SUARA.NABIRE - Sambena Inggeruhi, Tokoh intelektual muda Nabire sekaligus merupakan anggota DPRD dari Partai Keadilan dan Persatuan Indonesi...
"Ya, terkait dengan sistem ikat itu bagi saya sah-sah saja, karena masyarakat Dipa-Menou ini masyarakat komunal yang sampai hari ini masih memegang budaya itu, " demikian ungkap Inggeruhi kepada awak media ini via selulernya pada hari Rabu (16/12/20)
Sehingga, lanjut Inggeruhi, istilah "satu untuk semua, semua untuk satu" dalam sistem komunal primitif tersebut, yang kemudian mereka terapkan dalam pengambilan keputusan mereka.
"Jadi, terkait dengan kasus Pilkada hari ini, dan terlepas dari saya sebagai anggota DPRD dari partai yang mengusung kandidat nomor 02, saya rasa sah-sah saja untuk teman-teman dari Dipa-Menou ketika menyatakan dukungannya, karena Mesak itu adalah anak negeri sana," ucap Sambena.
"Jadi ketika keputusan itu mereka ambil ya itu sah. Sehingga regulasi yang ada itu akan menjamin keabsahan hukum itu. Itu satu," tegasnya.
Hal yang kedua menurutnya adalah fenomena ikat bukan baru terjadi sekarang karena sudah digunakan sejak sepuluh tahun lalu, dimana masyarakat Dipa-Menou selalu memberikan hak suara mereka kepada salah satu kandidat yang berpeluang menang.
"Kedua, proses ikat yang terjadi, ini bukan baru terjadi hari ini. Di Pilkada sepuluh tahun lalu, itupun terjadi. Bahwa mereka kemudian mengikat suara dan sistem itu mereka pakai. Dan mereka sering tahan suara, kalau misalnya ada kandidat yang berpeluang menang mereka serahkan," beber Inggeruhi.
Dijelaskannya pula bahwa jika kemarin Mesak Magai berada di urutan tiga misalnya, maka sudah pasti suara mereka akan diserahkan kepada kandidat yang menang.
"Karena itu yang selalu mereka pakai. Karena maksud mereka memberikan suara kepada kandidat yang berpeluang menang agar proses pembangunan ke depan itu dapat diperhatikan wilayah mereka. Itu yang selama ini terjadi," tuturnya.
Jadi, menurut Inggeruhi, ada dua hal yang perlu diperhatikan terkait dengan sistem ikat tersebut. Pertama, masyarakat Dipa-Menou memiliki sistem komunal, dan kedua, bahwa sistem ini sudah terjadi sejak sepuluh tahun lalu.
"Terkait mekanisme ikat, pandangan saya seperti itu. Yang pertama, itu sah-sah saja karena masyarakat ini punya sistem komunal, sehingga itu kembali kepada kebijakan pengambilan keputusan yang mereka pakai," terang Inggeruhi
"Yang kedua, hal ini bukan baru terjadi sekarang. Itu sudah terjadi sepuluh tahun lalu, mereka punya istilah itu biasanya lihat di persimpangan, mana yang berpeluang menang itu yang mereka serahkan," demikian tutup Sambena Inggeruhi. (Red)
Tidak ada komentar
Posting Komentar