Video

Video News

Iklan

Distrik Dipa-Menou Gunakan Sistem Noken, Begini Reaksi Warga Nabire

SUARA NABIRE
Senin, 14 Desember 2020, Desember 14, 2020 WIB Last Updated 2021-04-20T13:30:27Z

SUARA.NABIRE - Tahapan pemungutan suara pada Pilkada Kabupaten Nabire berakhir dengan Pemungutan Suara Ulang (PSU) pada Senin 14 Desember 2020 yang berlangsung pada 9 TPS. Dan akan dilanjutkan pada tahapan Pleno di tingkat Kabupaten yang akan berlangsung tanggal 16 hingga 17 Desember 2020.

Terlepas dari itu, ada hal menarik yang menjadi perdebatan hangat beberapa kalangan di kota Nabire, yakni pemilihan dengan "sistem noken". Sebagaimana diketahui bahwa sistem ini diterapkan pada Distrik Dipa dan Distrik Menou. Berikut tanggapan beberapa warga Nabire.

Bentot YS Yatipai, ST., seorang Tokoh Pemuda di kota Nabire, mengatakan bahwa sistem noken yang digunakan pada sebagian wilayah Distrik Dipa dan Menou, tidak dilakukan dengan cara musyawarah dan mufakat.

"Yang terjadi di Pilkada Nabire, khususnya pada Distrik Dipa-Menou, ada sebagian yang tidak dilakukan dengan cara-cara musyawarah dan mufakat. Namun dilakukan langsung oleh penyelenggara yaitu PPD KPPS," demikian tegas Bentot ketika dikonfirmasi via WhatsApp.

Bentot menjelaskan bahwa sistem noken memang merupakan kearifan lokal yang diakomodir dalam aturan-aturan demokrasi di negara Indonesia, namun menurutnya, sistem noken seharusnya juga dilakukan dengan cara-cara musyawarah dan mufakat.

Pada tempat terpisah, Johan Kudiai, Tokoh Pemuda Karang Mulia, mengatakan bahwa sistem noken merupakan wujud musyawarah mufakat yang menjadi kebiasaan di daerah pegunungan Tengah Papua dalam mengumpulkan suara pada perhelatan Pilkada. 

Dijelaskan Johan bahwa dalam konteks Pilkada, sejauh hak politik warga disampaikan secara kolektif dalam bentuk surat suaranya di isi dalam suatu noken, lalu direkap dalam format rekapitulasi KPU, itu sah-sah saja.

"Karena dengan proses sistem noken ini akan mengikat kepentingan politik suatu kelompok atau daerah yang melaksanakan sistem noken," tutur Johan kepada awak media ini.

Namun menurutnya, pada sisi lainnya juga, bahwa sistem noken bisa saja memaksa kehendak politik seseorang yang tidak sepaham, tetapi dalam hal ini prinsip demokrasi jelas bahwa bagaimanapun mayoritas dibanding minoritas dengan alasan yang dapat diterima bersama, maka minoritas ikuti pilihan mayoritas.

"Ya, saya sebagai anak daerah melihat kasus Dipa-Menou sebagai suatu proses dalam sistem noken karena pengalaman beberapa pesta demokrasi yang sudah berlangsung, mereka masih melakukan hal yang sama, tetapi ketika ada warga yang melakukan protes maka secara bijak penyelenggara harus bersikap." ungkap Johan

Prinsipnya, lanjut Johan, bahwa semua harus kembali kepada nilai-nilai demokrasi, yang mana mementingkan kepentingan publik yang janji atau permohonan politiknya diikat secara kolektif dalam kelompok masyarakat yang menentukan pilihan melalui proses sistem noken.

Terkait sistem noken ini, Ir. Ben G Saroy, M.Si., seorang tokoh intelektual Nabire, mengatakan bahwa sistem noken diterima dan diakui pemerintah serta sudah diterapkan pada beberapa kali Pemilu baik Pilpres, Pileg maupun Pilkada. Oleh sebab itu, menurut Saroy, sistem ini perlu dievaluasi dan di kaji dampak positif dan negatifnya.

"Saya melihat salah satu sisi positif dari sistem noken adalah merupakan alat tawar masyarakat adat dalam menyalurkan aspirasi atau untuk membangun komitmen bersama pada level kampung yang merupakan ikatan moril atau kontrak politik antara paslon dan masyarakat kampung," demikian ungkap Mantan Kepala Balai Besar TNTC ini.

Komitmen ini, menurut Saroy, bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan bagi masyarakat ketika paslon yang dimaksud memenangkan pilkada.

"Saya pikir tanpa sistem noken ini, maka posisi tawar masyarakat menjadi lemah," demikian tutup Saroy.

Ditempat lainnya, Zet Nagapa, SH., M.H., menjelaskan bahwa cara pemungutan suara dengan sistem noken sudah lama diakui Mahkamah Konstitusi (MK) sebagaimana dituangkan dalam putusan MK No. 47-81/PHPU-A-VII/2009.

Namun menurut Nagapa, dengan asas rahasia, seharusnya tidak boleh ada orang lain yang tahu calon yang dipilih seseorang. Dengan asas bebas, seharusnya pemilih tidak dipaksa atau diintervensi oleh siapapun untuk memilih kandidat yang diinginkannya.

"Jadi, ada problematika sistem noken jika dilihat dari asas-asas pemilu. Tetapi secara yuridis, Mahkamah Konstitusi sudah menyatakan sistem noken diakui sehingga masih berjalan di sejumlah daerah di Papua dan Papua Barat hingga saat ini," demikian dijelaskan Zet Nagapa yang merupakan Dosen di STAK Nabire. (Red)

Sumber Gambar:
Komentar

Tampilkan

Terkini