Page Nav

HIDE

Grid

GRID_STYLE

# Pendidikan

FALSE
FALSE
latest

Mengenal Tradisi Molo, Balobe dan Bameti dalam Masyarakat Pesisir Kabupaten Nabire

SUARA.NABIRE -  Selain memiliki wisata alam yang indah dan beranekaragam, Kabupaten Nabire juga banyak memiliki warisan budaya dan tradisi y...

SUARA.NABIRE - Selain memiliki wisata alam yang indah dan beranekaragam, Kabupaten Nabire juga banyak memiliki warisan budaya dan tradisi yang menarik dan unik. Diantaranya tradisi Molo, Balobe, dan Bameti.

Molo, Balobe, dan Bameti, merupakan tradisi masyarakat pesisir di kabupaten Nabire dalam menangkap hasil laut dengan pola susbsisten untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari dengan menggunakan peralatan yang sangat sederhana. 

Dalam tradisi tersebut, hanya diperkenankan menggunakan alat seperti jaring tradisional, pancing tanpa umpan, atau "bacigi", sehingga tidak merusak sumber daya laut. Dimana tradisi ini hanya sekadar untuk bisa hidup sehari-hari.

Oleh masyarakat Papua, balobe dan bameti adalah nilai-nilai budaya dalam bentuk kearifan lokal yang ikut membantu upaya konservasi alam seperti di Taman Nasional Teluk Cenderawasih yang sangat kaya biota laut.

Balobe
Balobe adalah tradisi mencari hasil laut pada malam hari pada saat bulan gelap dengan menggunakan alat tombak dari bambu yang biasa disebut "kalawai". Di ujung kalawai terdapat besi bermata tiga yang tajam. 

Hanya menggunakan insting, nelayan sudah mengetahui waktu yang tepat dengan melihat kondisi alam. Bulan gelap menunjukkan kerumunan ikan tidak akan jauh-jauh berekspansi atau memiliki penglihatan yang terbatas sehingga ikan nampak jinak. 

Dibantu oleh penerang lampu petromaks, sang pelobe akan sangat mahir menghujamkan tombak mengenai sasarannya. Dari balobe, orang-orang Papua membawa pulang hasil tangkapan berupa ikan, udang lobster, teripang, dan gurita. 

Menangkap ikan dengan kalawai tidak merusak biota laut karena sasaran tombak sangat selektif. Berbeda kalau menggunakan bahan racun, bom atau alat strum ikan bisa merusak lingkungan dan berbahaya bagi pelobe itu sendiri.

Molo
Cara lain untuk menangkap ikan yang dilakukan oleh anak-anak dan orang dewasa adalah molo ikan, yaitu menangkap ikan dengan cara menyelam di kedalaman laut dengan menggunakan kacamata molo dan dilengkapi senapan panah yang dibuat dari kayu. Peluru pelontar dari kawat yang ditajamkan ujungnya.

Bameti
Tradisi yang paling lama semenjak belum ditemukan alat tangkap ikan di Papua adalah bameti. Bameti adalah kegiatan memungut hasil-hasil laut ketika air laut sedang surut (meti), berlangsung pada malam maupun siang hari. Terutama daerah pesisir yang landai dan menjorok, sehingga ketika surut nampak kolam-kolam kecil dan batu karang.

Berbeda dengan balobe yang biasa dilakukan oleh nelayan, kegiatan bameti biasanya dilakukan oleh tiap-tiap keluarga untuk mengisi waktu-waktu senggang sambil rekreasi, dan dimanfaatkan ajang pertemuan dengan keluarga yang lain dalam satu kampung.

Kegiatan bameti dilakukan dengan menggunakan peralatan seadanya, seperti panah dari lidi yang menggunakan karet gelang lalu ditembakkan; alat cungkil kerang, dan baskom/serok penangkap, untuk mencari ikan karang, udang lobster yang terdampar dan beragam jenis kerang laut, bia/tiram.

Biasanya hasil buruan dimakan di pinggir pantai dan sisanya dibawa pulang untuk di makan sendiri atau dibagikan kepada tetangga. 

Makna 
Dalam Bameti dan Balobe serta Molo, berlaku aturan tidak tertulis berupa ambil “manfaatkan” seperlunya dan secukupnya saja. Tindakan ini sesungguhnya untuk memastikan ketersediaan sumberdaya berkelanjutan bagi generasi penerus. 

Praktek Bameti dan Balobe merupakan bukti bagaimana masyarakat lokal dalam hal ini masyarakat pesisir Nabire memanfaatkan sumberdaya alam mereka dengan peralatan sederhana bahkan tradisional. 

Tidak jarang wisatawan yang datang berkunjung ke wilayah pesisir Nabire juga turut serta Balobe bersama masyarakat lokal, dan ini telah menjadi destinasi wisata yang sangat unik. Dalam tradisi ini, masyarakat bisa belajar bagaimana memperlakukan laut dengan tetap memperhatikan keberlanjutannya. Tentu saja hal ini sangat sarat dengan nilai-nilai konservasi yang juga banyak digaungkan konservasionis saat sekarang ini.

Bahkan tidak semua orang dapat merasakan dan melihat bagaimana masyarakat lokal memperlakukan alam dengan bijaksana. Dengan adanya keterlibatan wisatawan dalam budaya kearifan lokal, tentu memberikan pandangan baru, bahkan ide-ide segar buat pengunjungnya dalam menghargai alam. (Red)

Sumber Rujukan:
Ben Gurion Saroy & Saiful Anwar. (2018). Meretas Ekowisata Berbasis Konservasi Tradisional Di Taman Nasional Teluk Cenderawasih. Manokwari: Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih

Tidak ada komentar