SUARA.NABIRE - Selaku Kepala Balai Besar Taman Nasional Laut Teluk Cenderawasih (BBTNTC), Ir. Ben Gurion Saroy, M.Si, mengatakan bahwa ...
SUARA.NABIRE - Selaku Kepala Balai Besar Taman Nasional Laut Teluk Cenderawasih (BBTNTC), Ir. Ben Gurion Saroy, M.Si, mengatakan bahwa selama ini wisatawan yang masuk ke kawasan TNTC bukan hanya wisatawan mancanegara dan domestik yang menggunakan fasilitas liveaboard saja, tetapi ada juga wisatawan lokal yang biasanya masuk melalui akses darat.
Oleh karena itu, menurut Saroy, keberadaan pintu-pintu masuk di daerah penyangga (di luar kawasan) menjadi sangat diperlukan di Taman Nasional Teluk Cenderawasih.
"Dalam upaya menertibkan aktivitas keluar masuknya wisatawan dari dan menuju kawasan TNTC, maka perlu dibangun tiga pintu masuk yang masing-masing berada di BPTN Wilayah I Nabire (Sowa), BPTN Wilayah II Wasior (Yendouw) dan BPTN Wilayah III Yembekiri (Gunung Botak)," demikian dijelaskan Saroy kepada media ini melalui Teleconference, pada Senin (20/07/2020).
Saroy menuturkan, bahwasanya ketiga pintu masuk ini diarahkan berada di daerah penyangga, sehingga aktivitasnya dapat memberikan efek ganda (multiplier effects) bagi pembangunan dan perekonomian daerah. Keberadaan pintu masuk ini juga dapat mengakomodir mekanisme pengaturan tarif dan atau pungutan bagi aktivitas wisata di kawasan TNTC.
Dikatakan lanjut oleh Saroy bahwa dalam pembangunan sentra pengembangan ekowisata, peran para pihak termasuk masyarakat adat sebagai pemilik hak ulayat menjadi sangat krusial mengingat tidak ada sejengkal tanah pun di Tanah Papua yang tidak menjadi milik masyarakat adat.
Karenanya, menurut Saroy, pola kerja sama pembangunan pintu-pintu masuk ke TNTC sebagai sentra pengembangan ekowisata, dilakukan melalui kesepakatan tertulis dengan empat mekanisme berikut:
- Masyarakat Hukum Adat pemilik hak ulayat pada masing-masing lokasi pintu masuk menyediakan lahan (tanah) seluas kebutuhan Pemerintah dalam hal ini Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih, sesuai dengan rancangan pembangunan masing-masing resort yang akan dibangun, tanpa tuntutan ganti rugi atau pembebasan hak ulayat;
- Kelompok masyarakat adat dimaksud akan menyiapkan salah satu dokumen yang dibutuhkan dalam pengurusan sertifikat (Surat Keterangan Pernyataan Menyediakan Lahan (Tanah) bagi Pembangunan Resort Pintu Masuk sebagai Sentra Pengembangan Ekowisata), yang ditandatangani oleh seluruh wakil marga pemilik hak ulayat dan disaksikan oleh BBTNTC dan BUMDes dan disahkan oleh 3 (tiga) pilar pembangunan yaitu Lembaga Masyarakat Adat, Lembaga Gereja dan Pemerintah Daerah (PEMDA);
- Masyarakat Hukum Adat dibawah BUMDes akan diberikan kepercayaan untuk mengoperasikan aset BMN yang disepakati melalui mekanisme Kerja Sama Pemanfaatan (KSP) maupun mekanisme sewa BMN, sebagaimana diatur di dalam PMK Nomor 78/PMK.06/2014 tentang Tata Cara Pelaksnaaan Pemanfaatan BMN dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK 57/PMK.06/2016, Tentang Tata Cara Pelaksanaan Sewa Barang Milik Negara (BMN).
- Pemerintah Daerah, dan BBTNTC berkewajiban memfasilitasi pemberdayaan BUMDes dan masyarakat hukum adat yang terlibat dalam pengelolaan ekowisata di TNTC. (Red)
COMMENTS