Oleh: Pdt. Dr. Mesakh A P Dethan, M.Th, MA Bahagia itu sederhana (!) (?). Kalimat ini bisa dalam tanda seru, maupun tanda tanya. Kalau sebua...
Bahagia itu sederhana (!) (?). Kalimat ini bisa dalam tanda seru, maupun tanda tanya. Kalau sebuah tanda seru artinya kalimat ini sebuah pernyataan: bahagia itu sederhana. Kalau tanda tanya, berarti sebuah pertanyaan: apakah memang bahagia itu sederhana?
Orang yang bahagia adalah orang yang menikmati hidup apa adanya, ya hidup yang sederhana tidak rumit-rumit, tidak bataputar, tidak meyusahkan orang lain, demi kesenangan diri sendiri.
Menjalani hidup dan merespon sebuah masalah dengan sederhana, bukan dengan kerumitan. Jika ada masalah pakai saja semboyan Pegadaian, yaitu: menyelesaikan masalah tanpa masalah!
Tentu saja kita masih ingat cerita tentang si Jhony asal Belu NTT (Joni Lau....bukan Jhony yang lain) si pemanjat tiang bendera yang tak disangka bisa bertemu presiden dan para menteri.
Jhony yang polos dan lugu merespon masalah tali tiang bendera yang bermasalah secara sederhana. Kepandaian dan kebiasaan memanjat pohon pepaya dan pinang, dia terapkan untuk memanjat tiang bendera dan berhasil memperbaikinya.
Tak disangka respon sederhana si Jhony ternyata dinilai banyak orang sebuah tindakan kepahlawanan, bahkan presiden Jokowi megundangnya ke istana dan menawarkan sepeda untuknya dan hal berharga lainnya.
Tentu Jhony tidak menyangka bahwa ia akan bertemu banyak orang besar dan terkenal se Indonesia. Ternyata hal sederhana yang dilakukan bisa menjadi “sesuatu” yang berharga.
Raja Salomo dalam bacaan kita ini 1 Raja-raja 3:1-15 (bandingkan 2 Taw 1:1-13) juga meminta hal yang sederhana sebetulnya, ia meminta bukan kekayaan, kekuasaan, kehormatan dan umur panjang, tetapi yang ia minta adalah hikmat.
Bukankah hikmat tidak perlu dibeli, dan hikmat juga telah Tuhan karuniakan pada setiap orang sebagai ciptaaan Tuhan yang segambar dengan-Nya (imago dei)?
Menjalani hidup dan merespon sebuah masalah dengan sederhana, bukan dengan kerumitan. Jika ada masalah pakai saja semboyan Pegadaian, yaitu: menyelesaikan masalah tanpa masalah!
Tentu saja kita masih ingat cerita tentang si Jhony asal Belu NTT (Joni Lau....bukan Jhony yang lain) si pemanjat tiang bendera yang tak disangka bisa bertemu presiden dan para menteri.
Jhony yang polos dan lugu merespon masalah tali tiang bendera yang bermasalah secara sederhana. Kepandaian dan kebiasaan memanjat pohon pepaya dan pinang, dia terapkan untuk memanjat tiang bendera dan berhasil memperbaikinya.
Tak disangka respon sederhana si Jhony ternyata dinilai banyak orang sebuah tindakan kepahlawanan, bahkan presiden Jokowi megundangnya ke istana dan menawarkan sepeda untuknya dan hal berharga lainnya.
Tentu Jhony tidak menyangka bahwa ia akan bertemu banyak orang besar dan terkenal se Indonesia. Ternyata hal sederhana yang dilakukan bisa menjadi “sesuatu” yang berharga.
Raja Salomo dalam bacaan kita ini 1 Raja-raja 3:1-15 (bandingkan 2 Taw 1:1-13) juga meminta hal yang sederhana sebetulnya, ia meminta bukan kekayaan, kekuasaan, kehormatan dan umur panjang, tetapi yang ia minta adalah hikmat.
Bukankah hikmat tidak perlu dibeli, dan hikmat juga telah Tuhan karuniakan pada setiap orang sebagai ciptaaan Tuhan yang segambar dengan-Nya (imago dei)?
Ternyata yang diminta Raja Salomo adalah hal yang sederhana namun memiliki dampak yang luas. Salomo meminta hikmat dari Tuhan. Namun hikmat macam apa. Apakah yang dimaksudkan dengan hikmat adalah kepintaran atau bahkan kelihaian?
Bukan itu sebab jika hanya itu maka bisa membawa orang kepada kelicikan dan tipu daya. Yang diminta Salomo adalah hikmat yang dikontrol oleh hati nurani.
Dalam 1 Raja-raja 3:9 dikatakan: “9 Maka berikanlah kepada hamba-Mu ini hati yang faham menimbang perkara untuk menghakimi umat-Mu dengan dapat membedakan antara yang baik dan yang jahat, sebab siapakah yang sanggup menghakimi umat-Mu yang sangat besar ini?"”.
Atau dalam versi kisah 2 Tawarikh 1: 10 “10 Berilah sekarang kepadaku hikmat dan pengertian, supaya aku dapat keluar dan masuk sebagai pemimpin bangsa ini, sebab siapakah yang dapat menghakimi umat-Mu yang besar ini?"”
Hikmat yang diminta Salomo adalah hikmat yang sederhana, yang dalam ungkapan bahasa Ibrani dalam 1 Raja-raja 3:9 disebut “Leb shomea”, artinya "hati yang paham menimbang perkara".
Ungkapan ini pada intinya menunjuk kepada hati yang siap mendengar keputusan Tuhan, untuk menjadi cerminan dalam memutuskan segala perkara di dunia. Hati yang dapat membedakan antara yang baik dan jahat.
Disini kata yang baik dan jahat, memiliki makna muatan hukum. Sebuah hati yang siap untuk menaati apa yang Tuhan kehendaki. Salomo meminta hal demikian kepada Tuhan untuk mengadili perkara orang Israel dengan adil dan benar.
Raja Salomo meminta dikaruniai hikmat seperti ini untuk memampukannya menunaikan tugas kepemimpinannya sebagai seorang raja. Ia harus memutuskan hukum, membedakan apa yang salah dan benar bagi bangsa Israel.
Hati yang faham untuk menimbang perkara. Hati yang siap mengambil resiko dibenci karena berpihak kepada kebenaran. Hati yang tidak ragu-ragu apalagi mendua. Kanan kiri oke? Hahaha Hati yang mampu memutuskan bahwa 2 + 2 = 4 . Bukan bilang terserah bapak saja, biar aman, hehehe.
Banyak hal dalam hidup kita ini (termasuk di kantor, kampus, perusahaan atau dimana saja, kita bisa lakukan dengan hal-hal sederhana. Sebagai mahasiswa kita membaca, belajar dan belajar.
Tugas mahasiswa adalah belajar mendengar, menyimak dan mengembangkan skill dan ketrampilan di masa depan, bukan protes, demo dan ribut-ribut. Sebagai dosen sederhananya masuk kelas dan mengajar, bukan kasih tugas melulu dan jarang masuk kelas. Buat hidup ini jangan rumit-rumit. Sebagai pegawai kita mengabdi dalam pelayanan kita.
Melayani mahasiswa dan dosen adalah hal sederhana, tapi berdampak besar bagi bangsa ini ke depan. Jadi bukan hanya guru saja yang pahlawan, tapi para pegawai juga, termasuk para petugas satpam. Apa pun yang kita lakukan di kampus ini lakukanlah itu terutama untuk Tuhan. Sederhananya begitu.
Alkisah ada seorang pengusaha kaya yang merasa kurang senang dengan seorang nelayan yang hanya tiduran santai di bawah pohon di tepi pantai. Si pengusaha berkata kepada si nelayan, “kenapa Anda hanya tidur-tiduran di tepi pantai, kenapa Anda tidak pergi menangkap ikan, jika hasil tangkapannya banyak, kamu bisa menjualnya dan itu bisa jadi modal untukmu untuk mengembangkan usaha lebih besar.
Dan satu saat kamu bisa membeli kapal ikan yang besar. Dan jika uangmu sudah banyak kami bisa bersenang-senang dan tidur santai”.
“Pak pengusaha saya tidak perlu melakukan semua yang anda katakan tadi, karena tanpa bersusah susah Anda lihat sendiri, saya sedang menikmati hidup ini dengan sederhana”, jawab nelayan itu. HAHAHAH.
Namun jangan kita salah artikan sederhana itu sama dengan kemalasan dan kebodohan. Karena menjalani rutinitas tanpa hikmat dan perencanaan yang baik, akan membuat hidup kita yang sederhana sekarang menjadi rumit di masa depan kelak. Jadi jangan jadi mahasiswa hanya habiskan waktu untuk pacaran. Karena tak terasa hari berganti-hari tiba-tiba sudah 14 semester.
Ada mahasiswa yang ditanya: “Markus kamu kenapa masih kuliah terus dan belum diwisuda, ini sudah 14 semester. Apa jawabnya? Orang tua saya suruh saya datang kuliah dan bukan datang wisuda”. Hahahah.”
Jadi kalau begitu marilah kita selalu minta kepada Tuhan untuk memiliki leb shomea, hati yang mampu menimbang perkara demi masa depan yang lebih baik. Amin(*)
Bukan itu sebab jika hanya itu maka bisa membawa orang kepada kelicikan dan tipu daya. Yang diminta Salomo adalah hikmat yang dikontrol oleh hati nurani.
Dalam 1 Raja-raja 3:9 dikatakan: “9 Maka berikanlah kepada hamba-Mu ini hati yang faham menimbang perkara untuk menghakimi umat-Mu dengan dapat membedakan antara yang baik dan yang jahat, sebab siapakah yang sanggup menghakimi umat-Mu yang sangat besar ini?"”.
Atau dalam versi kisah 2 Tawarikh 1: 10 “10 Berilah sekarang kepadaku hikmat dan pengertian, supaya aku dapat keluar dan masuk sebagai pemimpin bangsa ini, sebab siapakah yang dapat menghakimi umat-Mu yang besar ini?"”
Hikmat yang diminta Salomo adalah hikmat yang sederhana, yang dalam ungkapan bahasa Ibrani dalam 1 Raja-raja 3:9 disebut “Leb shomea”, artinya "hati yang paham menimbang perkara".
Ungkapan ini pada intinya menunjuk kepada hati yang siap mendengar keputusan Tuhan, untuk menjadi cerminan dalam memutuskan segala perkara di dunia. Hati yang dapat membedakan antara yang baik dan jahat.
Disini kata yang baik dan jahat, memiliki makna muatan hukum. Sebuah hati yang siap untuk menaati apa yang Tuhan kehendaki. Salomo meminta hal demikian kepada Tuhan untuk mengadili perkara orang Israel dengan adil dan benar.
Raja Salomo meminta dikaruniai hikmat seperti ini untuk memampukannya menunaikan tugas kepemimpinannya sebagai seorang raja. Ia harus memutuskan hukum, membedakan apa yang salah dan benar bagi bangsa Israel.
Hati yang faham untuk menimbang perkara. Hati yang siap mengambil resiko dibenci karena berpihak kepada kebenaran. Hati yang tidak ragu-ragu apalagi mendua. Kanan kiri oke? Hahaha Hati yang mampu memutuskan bahwa 2 + 2 = 4 . Bukan bilang terserah bapak saja, biar aman, hehehe.
Banyak hal dalam hidup kita ini (termasuk di kantor, kampus, perusahaan atau dimana saja, kita bisa lakukan dengan hal-hal sederhana. Sebagai mahasiswa kita membaca, belajar dan belajar.
Tugas mahasiswa adalah belajar mendengar, menyimak dan mengembangkan skill dan ketrampilan di masa depan, bukan protes, demo dan ribut-ribut. Sebagai dosen sederhananya masuk kelas dan mengajar, bukan kasih tugas melulu dan jarang masuk kelas. Buat hidup ini jangan rumit-rumit. Sebagai pegawai kita mengabdi dalam pelayanan kita.
Melayani mahasiswa dan dosen adalah hal sederhana, tapi berdampak besar bagi bangsa ini ke depan. Jadi bukan hanya guru saja yang pahlawan, tapi para pegawai juga, termasuk para petugas satpam. Apa pun yang kita lakukan di kampus ini lakukanlah itu terutama untuk Tuhan. Sederhananya begitu.
Alkisah ada seorang pengusaha kaya yang merasa kurang senang dengan seorang nelayan yang hanya tiduran santai di bawah pohon di tepi pantai. Si pengusaha berkata kepada si nelayan, “kenapa Anda hanya tidur-tiduran di tepi pantai, kenapa Anda tidak pergi menangkap ikan, jika hasil tangkapannya banyak, kamu bisa menjualnya dan itu bisa jadi modal untukmu untuk mengembangkan usaha lebih besar.
Dan satu saat kamu bisa membeli kapal ikan yang besar. Dan jika uangmu sudah banyak kami bisa bersenang-senang dan tidur santai”.
“Pak pengusaha saya tidak perlu melakukan semua yang anda katakan tadi, karena tanpa bersusah susah Anda lihat sendiri, saya sedang menikmati hidup ini dengan sederhana”, jawab nelayan itu. HAHAHAH.
Namun jangan kita salah artikan sederhana itu sama dengan kemalasan dan kebodohan. Karena menjalani rutinitas tanpa hikmat dan perencanaan yang baik, akan membuat hidup kita yang sederhana sekarang menjadi rumit di masa depan kelak. Jadi jangan jadi mahasiswa hanya habiskan waktu untuk pacaran. Karena tak terasa hari berganti-hari tiba-tiba sudah 14 semester.
Ada mahasiswa yang ditanya: “Markus kamu kenapa masih kuliah terus dan belum diwisuda, ini sudah 14 semester. Apa jawabnya? Orang tua saya suruh saya datang kuliah dan bukan datang wisuda”. Hahahah.”
Jadi kalau begitu marilah kita selalu minta kepada Tuhan untuk memiliki leb shomea, hati yang mampu menimbang perkara demi masa depan yang lebih baik. Amin(*)
Tidak ada komentar
Posting Komentar