SUARA.NABIRE - Ditengah bergulirnya pandemi global Covid-19, sampah di kota Nabire terus menjadi polemik hingga menimbulkan pro-kontra dit...
SUARA.NABIRE - Ditengah bergulirnya pandemi global Covid-19, sampah di kota Nabire terus menjadi polemik hingga menimbulkan pro-kontra ditengah masyarakat. Pasalnya, hampir setiap harinya masyarakat disuguhkan dengan sampah yang berserakan pada beberapa titik jalan utama di kota Nabire tercinta.
Beberapa masyarakat menilai bahwa sampah yang berserakan di beberapa titik jalan raya hingga menutup sebagian bahu jalan ini diakibatkan oleh penempatan Tempat Pembuangan Sampah (TPS) yang tidak tepat.
Beberapa masyarakat menilai bahwa sampah yang berserakan di beberapa titik jalan raya hingga menutup sebagian bahu jalan ini diakibatkan oleh penempatan Tempat Pembuangan Sampah (TPS) yang tidak tepat.
"TPS yang ditempatkan oleh Pemda pada di pinggir jalan utama itu tidak tepat karena sangat mengganggu dari sisi estetika atau keindahan," demikian dikatakan Antatus (45 thn) salah seorang supir lintas pedalaman di kota Nabire, pada Minggu pagi (14/06/20).
Menurut Anta (sapaan akrab Antatus), kalaupun terpaksa tempat pembuangan sampah tersebut harus ditempatkan di pinggir jalan-jalan utama, jangan sampai sampah-sampah tersebut menimbulkan bau busuk dan tercecer hingga menutupi jalan raya.
"Menurut saya, Pemda Nabire melalui Dinas terkait harus mengkaji hal ini, yakni soal TPS yang ditempatkan di pinggir jalan. Sebab hal ini sangat mengganggu dan menuai keluhan dari masyarakat Nabire, khususnya kami yang berada di seputaran Pasar Karang Tumaritis" ujar Anta.
"Menurut saya, Pemda Nabire melalui Dinas terkait harus mengkaji hal ini, yakni soal TPS yang ditempatkan di pinggir jalan. Sebab hal ini sangat mengganggu dan menuai keluhan dari masyarakat Nabire, khususnya kami yang berada di seputaran Pasar Karang Tumaritis" ujar Anta.
TPS di depan Pasar Karang Tumaritis (Foto:SN)
Ditemui di tempat terpisah, Siswanto (44 thn) salah seorang warga Girimulyo di Nabire, mengatakan bahwa TPS harusnya diupayakan agar tidak sampai tergenang air, karena dapat menimbulkan bau yang tidak sedap.
"Sampah yang tergenang air, pasti memunculkan aroma yang tidak sedap dan bisa dicium oleh masyarakat umum, sehingga berdampak kepada masyarakat sekitar," papar Siswanto.
"Bau itu, akan mengganggu masyarakat, baik yang ada di pasar maupun sekitarnya. Bahkan bagi pengunjung sangat tidak etis rasanya jika kita dipertontonkan dengan tumpukan sampah yang bau busuk itu," kata Siswanto ketika ditemui awak media di Kiosnya yang berada tidak jauh dari Pasar Karang.
"Sampah yang tergenang air, pasti memunculkan aroma yang tidak sedap dan bisa dicium oleh masyarakat umum, sehingga berdampak kepada masyarakat sekitar," papar Siswanto.
"Bau itu, akan mengganggu masyarakat, baik yang ada di pasar maupun sekitarnya. Bahkan bagi pengunjung sangat tidak etis rasanya jika kita dipertontonkan dengan tumpukan sampah yang bau busuk itu," kata Siswanto ketika ditemui awak media di Kiosnya yang berada tidak jauh dari Pasar Karang.
TPS samping Kantor Pengadilan Negeri, Jalan Merdeka (Foto:SN)
Sampah: Persoalan Bersama
Terlepas dari persoalan menyangkut TPS di atas, sesungguhnya menurut Gerson Lalep, S.Pd, salah satu ASN di Dinas Pariwisita Nabire, bahwa pembuangan sampah sembarangan sekilas memang terlihat enteng, dan bukanlah masalah besar, tetapi sebenarnya sangat berakibat fatal dan merugikan banyak pihak.
"Masalah utama terkait protokol kesehatan yang berhubungan dengan pandemik Covid-19 saat ini adalah soal pola hidup sehat yang didalamnya termasuk kebersihan, terutama permasalahan sampah," demikian ungkap Gerson.
Dia menambahkan bahwa jika kita kembali pada realitas sesungguhnya, permasalahan sampah di kota Nabire merupakan permasalahan yang kompleks. Persoalan ini melibatkan banyak penyebab, mulai dari regulasi yang kurang memadai terkait sampah dan pengolahannya. Ditambah dengan minimnya peran serta masyarakat, yang selalu berakar dari perilaku buruk yang belum bisa dirubah.
Gerson juga menegaskan bahwa persoalan lainnya terkait sampah adalah soal inovasi sampah yang sangat minim disosialisasikan oleh pemerintah kota, hingga payung hukum berupa sangsi tegas yang belum ditegakkan dengan baik. Karenanya, menimpakan permasalahan sampah dengan menyalahkah Pemda sepenuhnya, tentu bukan sikap bijak.
"Semua pihak harus duduk bersama untuk mencari solusi. Ada banyak langkah yang bisa dilakukan oleh masing-masing pihak. Misalnya, pemerintah dengan seluruh regulasinya yang dibuat komprehensif, berikut inovasi-inovasi pengelolaan sampah yang musti disosialisasikan kepada masyarakat", ungkap Gerson dengan sangat antusias.
Ditemui ditempat terpisah, Dosen Sekolah Tinggi Pendidikan Agama Kristen (STAK) Nabire, Zet Nagapa, SH., M.H, menjelaskan bahwa persoalan membuang sampah sembarangan merupakan persoalan yang berhubungan dengan "perilaku" manusia.
Dalam hal ini, lanjut Nagapa, Agama adalah dasar dan benteng berperilaku, termasuk perilaku terhadap sampah. Jika pemahaman agama kuat, tentu perilaku menjaga kebersihan, termasuk membuang sampah secara benar bisa membudaya secara kuat pula.
Dalam hal ini, lanjut Nagapa, Agama adalah dasar dan benteng berperilaku, termasuk perilaku terhadap sampah. Jika pemahaman agama kuat, tentu perilaku menjaga kebersihan, termasuk membuang sampah secara benar bisa membudaya secara kuat pula.
"Bagi saya, agama tidak bisa dijauhkan dari konteks sekularisme (kehidupan), karena justru kondisi itu akan melahirkan kerusakan-kerusakan perilaku dalam hal kecil atau besar, termasuk perilaku mengesampingkan kelestarian lingkungan," ucap Nagapa.
Nagapa menegaskan pula bahwa permasalahan sampah adalah permasalahan bersama. Masyarakat dan pemimpin di Daerah harusnya saling bekerja sama. Pemda Nabire harus memberikan regulasi dan fasilitasnya dengan baik, dan masyarakat juga harus menyokong dan tidak asal mengkritik. (Red)
Tidak ada komentar
Posting Komentar