SUARA.NABIRE - Kedatangan rombongan dari Jakarta di saat penutupan akses transportasi sedang diberlakukan, terus dipertanyakan publik kota ...
Hal ini pun menuai pro dan kontra dikalangan cendikiawan, khususnya para pegiat dan aktivis kemanusiaan di kota Nabire. Pasalnya, mereka menilai bahwa kedatangan rombongan ke Nabire terkesan tiba-tiba dan tanpa penjelasan kepada publik hingga saat ini.
“Sudah lambat sekali kehadiran barang-barang tersebut ke Nabire sehingga barang tersebut sudah tidak membawa asas manfaat dalam keadaan kondisi tanggap mengingat yang dibutuhkan saat itu adalah alat Swab. Sebab alat Swab ini pada akhirnya sudah diberikan dari Pemerintah Provinsi Papua,” demikian dikatakan Bentot
Ketika ditanyai awak media ini terkait khusus dengan warga yang masih belum bisa kembali ke Nabire, Bentot menegaskan bahwa: "Segera Pemerintah mengambil kebijakan untuk memulangkan masyarakat Nabire yang belum pulang, agar "rasa keadilan" dimasyarakat bisa terwujud," demikian penegasan Bentot ketika ditemui pada hari Senin (15/06/2020).
Bentot YS Yatipai, ST, salah satu aktivis kemanusian di Nabire, yang juga merupakan pimpinan tertinggi Amoye Community, menyayangkan sikap Tim Gugus Tugas Covid-19 Nabire yang hingga detik ini tidak mengklarifikasinya kepada publik.
Menurut Bentot, ketika ditemui di Ruko miliknya yang berada di Jln. Auri Kota Nabire, bahwa Tim Gugus Tugas Covid-19 Nabire harusnya sesegera mungkin menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan rombongan tersebut, dan kalau bisa beberkan siapa-siapa saja yang ikut di dalamnya.
Lanjut Bentot, khusus kepada figur ibu Yufinia yang sedang menjadi sorotan, perlu diklarifikasi karena disamping ibu sebagai Istri Bupati Nabire, tetapi ibu juga merupakan Pejabat dan mungkin saja masih masuk dalam satu kesatuan penanganan covid-19 di Nabire sehingga kehadiran ibu Yufinia memang dibutuhkan dalam membantu Pemerintah dalam penanganan.
“Jadi hemat saya, yang perlu diperjelas adalah 38 orang itu, apakah mereka merupakan bagian dari tenaga medis, seperti dokter atau yang seperti saya dengar ada dokter relawan dan lainnya itu memang menjadi kewajiban Pemerintah Daerah untuk memperjelas. Karena banyak isu yang berkembang ada hal-hal yang memang sudah bertentangan dengan aturan. Jadi kehadiran 38 orang itu perlu memang diinformasikan kepada masyarakat” demikian ditegaskan Bentot.
Dikatakan lebih lanjut oleh Bentot bahwa terkait fenomena kedatangan rombongan itu, ada beberapa poin penting yang bisa dicerna secara seksama.
Pertama, kurangnya komunikasi yang dibangun oleh pihak Tim gugus tugas penanganan covid-19 di Nabire kepada masyarakat. Sebenarnya kunci keberhasilan pemerintah di tingkat Nasional, Provinsi dan Kabupaten, salah satunya adalah adanya sinergi antara pemerintah dan masyarakat.
"Di Nabire ini saya melihat informasi tentang penanganan covid-19 masih sangat kurang. Karena lebih banyak masyarakat melihat dan membaca sendiri melalui media-media, lalu dengan sendirinya mengambil pendapat yang berbeda-beda bahkan kontradiktif," ujar Bentot.
Hal kedua, lanjut Bentot, bahwa inilah puncak atau akumulasi dari segala hal yang menjadi sorotan masyarakat kepada Pemda terkait penanganan covid-19 di Nabire. Dalam hal ini adanya informasi yang terbatas, serta kurangnya media-media di Nabire dalam menginformasikan masyarakat tentang tiba dan kedatangan serta maksud dan tujuan kedatangan rombongan ini memang sangat minim.
"Masyarakat akhirnya melihat ada sesuatu yang disembunyikan. Ini membuat tidak transparansi sehingga apriori yang muncul dalam masyarakat tetap negatif, serta ditambah dengan beberapa saudara kita yang masih melihat bahwa Nabire ini semua akses masuk-keluar masih tertutup, masih pembatasan daerah" demikian dikatakan Bentot.
"Saya juga tidak tahu bahwa semua orang dalam rombongan tersebut masih bagian dalam sistem pengadaan APD dan Alkes yang dibawah oleh pesawat yang tiba itu ataukah terpisah. Dan hal ini yang bisa menjawab adalah Pemerintah Daerah melalui Tim Gugus Tugas Covid-19 di Nabire," ujar Bentot.
Menurut Bentot, fenomena ini dikatakan akumulasi permasalahan selama ini karena proses saat Nabire menuju status tanggap, lalu pengadaan barang dan jasa oleh pihak ketiga yang dipercayakan Pemda untuk Alkes dan APD, jelas sudah tidak masuk lagi dalam pekerjaan tanggap.
“Sudah lambat sekali kehadiran barang-barang tersebut ke Nabire sehingga barang tersebut sudah tidak membawa asas manfaat dalam keadaan kondisi tanggap mengingat yang dibutuhkan saat itu adalah alat Swab. Sebab alat Swab ini pada akhirnya sudah diberikan dari Pemerintah Provinsi Papua,” demikian dikatakan Bentot
Ketika ditanyai awak media ini terkait khusus dengan warga yang masih belum bisa kembali ke Nabire, Bentot menegaskan bahwa: "Segera Pemerintah mengambil kebijakan untuk memulangkan masyarakat Nabire yang belum pulang, agar "rasa keadilan" dimasyarakat bisa terwujud," demikian penegasan Bentot ketika ditemui pada hari Senin (15/06/2020).
Tidak ada komentar
Posting Komentar