Pengertian hukum yang paling sederhana adalah aturan (sifatnya mengatur). Ketika hukum harus mengatur, maka ia dilaksanakan dengan seperangk...
Pengertian hukum yang paling sederhana adalah aturan (sifatnya mengatur). Ketika hukum harus mengatur, maka ia dilaksanakan dengan seperangkat aturan-nya yang mengatur. Siapapun yang berada dalam wilayah ketika hukum tersebut diberlakukan, ia harus diatur dengan taat dan tunduk terhadap aturan yang tercantum dalam hukum tersebut.
Tujuannya adalah menghadirkan keadilan. Sebab hukum yang baik adalah hukum yang mampu menghadirkan keadilan bagi semua individu yang diaturnya.
Murid Socrates, Plato, pernah menegaskan dalam karyanya “Republik”, bahwa, konsep “adil” adalah menyangkut relasi manusia dengan yang lain. Memberikan keadilan bagi orang lain, berarti mengatakan kebenaran.
Karena itu, lanjut Plato, tempat terbaik untuk melihat keadilan adalah dalam skala besar, yaitu di dalam kota yang adil. Dalam “Kota Adil”, apa yang benar pada orang tertentu, seharusnya memberikan kebenaran bagi orang lain. Sebab manusia bukanlah makhluk yang cukup pada dirinya (Plato, 1992).
Plato benar. Hukum setidaknya diberlakukan atas dasar ideologi kepedulian dan keterikatan pemerintah pada rakyatnya, yang tidak semata-mata merupakan hukum yang diinginkan rakyat untuk mengatur mereka, tetapi yang memperhatikan keadilan sosial dengan mencerminkan perlindungan hak asasi manusia, seperti yang tercantum dalam Konstitusi UUD 1945.
Murid Socrates, Plato, pernah menegaskan dalam karyanya “Republik”, bahwa, konsep “adil” adalah menyangkut relasi manusia dengan yang lain. Memberikan keadilan bagi orang lain, berarti mengatakan kebenaran.
Karena itu, lanjut Plato, tempat terbaik untuk melihat keadilan adalah dalam skala besar, yaitu di dalam kota yang adil. Dalam “Kota Adil”, apa yang benar pada orang tertentu, seharusnya memberikan kebenaran bagi orang lain. Sebab manusia bukanlah makhluk yang cukup pada dirinya (Plato, 1992).
Plato benar. Hukum setidaknya diberlakukan atas dasar ideologi kepedulian dan keterikatan pemerintah pada rakyatnya, yang tidak semata-mata merupakan hukum yang diinginkan rakyat untuk mengatur mereka, tetapi yang memperhatikan keadilan sosial dengan mencerminkan perlindungan hak asasi manusia, seperti yang tercantum dalam Konstitusi UUD 1945.
Sebenarnya, di negara ini memang telah lama terjadi reduksi makna hukum. Hukum hanya sebatas peraturan perundang-undangan semata, dimana prosedur menjadi lebih menonjol dibandingkan sebuah keadilan substansi.
Jika kita tidak mengikuti prosedur yang ada, maka kita dianggap salah. Sehingga prosedur kemudian bertumbuh menjadi hukum itu sendiri. Dan tidak sama sekali melihat komitmen dan tujuan dibuatnya hukum sebagai upaya mewujudkan keadilan.
Permasalahannya semakin rumit ketika para penegak hukum pun mengalami dekadensi moral. Tidak tangguing-tanggung hukum digunakan oleh mereka-mereka sebagai justifikasi dan aplogi untuk melindungi kepentingan sekelompok orang.
Dengan demikan, maka politik penegakan hukum pun masih stagnan. Seperti tergambar dari pemberantasan korupsi yang masih “jalan di tempat”.
Akhirnya, kesadaran hukum menjadi sangat rendah, serta partisipasi cenderung sebatas mobilisasi. Bahkan ironisnya, tuntutan penegakan hukum masih bersifat individual atau kelompok.
Jika kita tidak mengikuti prosedur yang ada, maka kita dianggap salah. Sehingga prosedur kemudian bertumbuh menjadi hukum itu sendiri. Dan tidak sama sekali melihat komitmen dan tujuan dibuatnya hukum sebagai upaya mewujudkan keadilan.
Permasalahannya semakin rumit ketika para penegak hukum pun mengalami dekadensi moral. Tidak tangguing-tanggung hukum digunakan oleh mereka-mereka sebagai justifikasi dan aplogi untuk melindungi kepentingan sekelompok orang.
Dengan demikan, maka politik penegakan hukum pun masih stagnan. Seperti tergambar dari pemberantasan korupsi yang masih “jalan di tempat”.
Akhirnya, kesadaran hukum menjadi sangat rendah, serta partisipasi cenderung sebatas mobilisasi. Bahkan ironisnya, tuntutan penegakan hukum masih bersifat individual atau kelompok.
Hukum yang Berkeadilan Hukum
Hukum harus benar-benar diciptakan melalui proses yang sesuai dengan aspirasi masyarakat yang mengacu pada kepentingan semua orang dan keadilan sosial.
Hukum harus benar-benar diciptakan melalui proses yang sesuai dengan aspirasi masyarakat yang mengacu pada kepentingan semua orang dan keadilan sosial.
Tanpa adanya hukum yang berkeadilan, baik yang dibuat oleh badan legislatif, eksekutif maupun yudisial, akan sulit di terima dan dijadikan panutan bersama.
Setidaknya dapat dipahami bahwa hukum adalah sesuatu yang rasional dan dapat di jangkau semua kalangan yang hidup dalam masyarakat secara sadar. Hukum tidak dapat diberikan sembarang arti, atau diberikan arti sesuai selera oleh sembarang orang, terlebih jika disalahgunakan.
Jadi, hukum dan keadilan tetap merupakan dua sejoli yang paling romantis dalam sebuah altar kehidupan bangsa dan negara yang berasaskan pada Pancasila dan UUD 1945.
Setidaknya dapat dipahami bahwa hukum adalah sesuatu yang rasional dan dapat di jangkau semua kalangan yang hidup dalam masyarakat secara sadar. Hukum tidak dapat diberikan sembarang arti, atau diberikan arti sesuai selera oleh sembarang orang, terlebih jika disalahgunakan.
Jadi, hukum dan keadilan tetap merupakan dua sejoli yang paling romantis dalam sebuah altar kehidupan bangsa dan negara yang berasaskan pada Pancasila dan UUD 1945.
Kita sering lupa bahwa hukum itu sebenarnya hanyalah bagian usaha untuk meraih keadilan dalam masyarakat saja, tetapi dia tidak sama persis dengan keadilan.
Keadilan memang mencakup hukum, namun hukum bukan satu-satunya cara untuk menciptakan keadilan. Mungkin lebih baiknya jika konstitusi kita menuliskan bahwa "negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan keadilan, bukan berdasarkan hukum".
Mengapa demikian? Karena sampai saat ini, kita masih melihat bahwa hukum di negara ini hanyalah produk politik semata. Tidak lebih dari itu!
Itu sebabnya maka konsep negara hukum tidak serta-mertanya dapat dipahami sebagai negara yang penuh dengan hukum-hukum saja. Tapi harus ada "office of justice" atau tata keadilan di situ. Jika tidak, maka banalitas penindasan akan menjadi suatu aksioma yang sangat sempurna!
Jadi, tanpa keadilan, hukum akan berjalan tanpa arah dan tujuannya. Tanpa keadilan, hukum adalah sebuah keraguan terdalam. Tanpa keadilan, hukum berlaku seperti sebuah sarang laba-laba, sebagaimana dikatakan Anarchasis di zaman Romawi pada enam ratus tahun sebelum masehi. Atau, seperti yang juga pernah dinyanyikan oleh kaum Sofist, bahwa: “Justice in the interst of the Stronger", artinya: "Hukum merupakan hak penguasa".
Wassalam..Hormat di bri,
Oleh. Abdy Busthan
Oleh. Abdy Busthan
Tidak ada komentar
Posting Komentar