Kristus berpesan agar orang percaya saling melayani. Tiap orang percaya adalah pelayan Tuhan. Begitulah kata “pelayanan” sering dipakai dala...
Kristus berpesan agar orang percaya saling melayani. Tiap orang percaya adalah pelayan Tuhan. Begitulah kata “pelayanan” sering dipakai dalam Gereja.
Tetapi apakah sebenarnya arti pelayanan? Orang sering menggunakan kata itu dengan arti yang berbeda-beda, bahkan seringkali dengan arti yang sempit. Yang lebih memprihatinkan lagi bahwa setiap orang percaya sering menggunakan kata pelayanan, namun patut dipertanyakan benarkah orang percaya saling melayani? (Ismail Andar, 1997:V)
Plato dalam Ismail (1991) bertanya dengan jujur bahwa: “Siapakah yang senang kalau harus melayani orang lain? Sebab seringkali kita berkata bahwa kita mau melayani orang lain, namun dalam prakteknya justru kitalah yang sering dilayani orang lain“.
Dari pertanyaan yang diajukan oleh Plato ini, implikasinya tentu mengarah pada bagaimana makna “melayani’ yang sesungguhnya, serta bagaimana konsep melayani yang Alkitabiah seperti yang diajarkan oleh Yesus Kristus sendiri.
Kata “melayani” digunakan oleh Kitab Perjanjian Baru dalam banyak arti, dimana ada empat kata yang digunakan dalam bahasa aslinya, yaitu diakoneo, douleo, leitourgeo dan latreuo, dimana Ismail (1997:3) menjelaskan masing-masing kata tersebut sebagai berikut:
Diakoneo berarti menyediakan makanan di meja untuk majikan. Orang yang melakukannya di sebut dengan diakonos, dan pekerjaannya disebut diakonia (lihat Lukas 17:8). Namun di kitab Lukas 22:26,27, Yesus memberikan arti yang baru bagi diakoneo, yaitu melayani orang yang justru lebih rendah kedudukannya. Sedangkan di Kitab 1 Petrus 4:10, kata diakoneo berarti mengunakan karisma yang ada pada kita untuk kepentingan dan kebaikan orang lain. Rasul Paulus menganggap pekerjaannya sebagai suatu diakonia dan dirinya sebagai diakonos bagi Kristus (2 Korintus 11:23) dan bagi umat (Kolose 1:25). Kemudian pengajaran para rasul disebut diakonia firman (Kisah para rasul 6:4), sedangkan pengumpulan uang untuk orang-oran kudus juga disebut diakonia (2 Korintus 8:1-20).
Douleo adalah menghamba yang dilakukan oleh seorang doulos (budak), diamana Paulus memakai kata itu untuk menggambarkan bahwa kita yang semula menghamba pelbagai kuasa jahat, dibebaskan oleh Kristus supaya kita bisa menghamba kepada Kristus (Galatia 4:1-11). Namun sebuah kontras tajam diperlihatkan dalam kita Filipi 2:5-7, yaitu bahwa Yesus yang walaupun mempunyai rupa Allah namun telah mengosongkan diri-Nya dan mengambil rupa seorang doulos.
Leitourgeo berarti bekerja untuk kepentingan rakyat atau kepentingan umum sebagai lawan dari bekerja untuk kepentingan diri sendiri. Orang yang berbuat itu disebut leitourgia, dimana kata ini juga dapat berarti melakukan upacara dan ibadah kepada para dewa. Dan dari situlah kemudian sekarang digunakan liturgi untuk ibadah. Dalam Perjanjian Baru, kata ini biasanya digunakan dalam pelbagai arti, yaitu pengumpulan uang untuk membangun gereja di Yerusalem disebut leitourgia (2 Korintus 9:12), seluruh kehidupan kita patut menjadi leitourgia (Filipi 2), membawa orang yang belum percaya sehingga menjadi murid Tuhan disebut leitourgia bagi Tuhan (Roma 15:16). Lalu di Ibrani 8:2 Yesus disebut sebagai leitourgos
Latreuo berarti bekerja untuk mendapat latron yaitu gaji atau upah. Latreia juga bisa berarti pemujaan untuk para dewa. Sedangkan di Perjanjian Baru kata ini digunakan dalam arti menyembah atau beribadah pada Tuhan (Matius 4:10 ; Kisah para rasul 7:7). Penggunaan yang mencolok terdapat di Roma 12:1, dimana Paulus berpesan supaya orang percaya mempersembahkan tubuh kepada Tuhan sebagai logike latreia, artinya persembahan yang pantas.
Kata-kata yang dijelaskan di atas (diakoneo, douleo, leitourgeo dan latreuo) nampaknya digunakan oleh gereja abad pertama dengan arti melayani, mengabdi, atau menghamba kepada Tuhan dan kepada orang lain, atau pola hidup yang bukan lagi hidup untuk diri sendiri, melainkan hidup untuk Tuhan dan orang lain. Sehingga implikasinya bahwa orang percaya di dorong untuk melayani Tuhan dan orang lain karena Yesus sendiri sudah melayani, bahkan seluruh hidup Yesus selama 33 tahun ditandai oleh jiwa melayani. Tujuan hidup-Nya bukanlah untuk mendapatkan pelayanan, melainkan untuk memberikan pelayanan. Isi hidup-Nya bukanlah dilayani, melainkan melayani.
Di sini Alkitab juga tidak menggambarkan Yesus sebagai Tuhan yang berjaya atau berkuasa, melainkan sebagai Tuhan yang melayani dan menghamba, bahkan Yesus adalah diakonos (pelayan), bahkan doulos (budak).
Jiwa Kristus adalah melayani dan menghamba. Itulah juga jiwa umat Kristiani para pengikut-Nya. Orang yang mau berjalan dibelakang Yesus adalah orang yang rela melayani dan menghamba. Didalam pelaksanaannya itu tidak mudah, dimana melayani mengandung banyak segi dan resiko.
Melayani bukan sekedar bersibuk di sana sini dan bukan pula sekedar memberi ini atau itu. Melayani adalah mengosongkan diri dan menempatkan kepentingan sendiri dibawah kepentingan Tuhan dan kepentingan orang lain. Yang tentu saja hal ini sungguh bertolak belakang dengan jalan hidup yang lazim dimana orang justru mengutamakan kepentingan diri sendiri.
Berjalan dibelakang Yesus memang adalah berjalan melawan arus. Benarlah apa yang di pertanyakan oleh Plato bahwa: “ Siapa yang mau menjadi pelayan? ”.
Sebaliknya Yesus berkata: “ Tetapi Aku ada di tengah-tengah kamu sebagai pelayan ” (Lukas 22:27).
Oleh: Abdy Busthan
Tidak ada komentar
Posting Komentar